Entah, aku nggak habis pikir, aneh-aneh saja kehidupan ini. Ego saling berkejaran untuk bisa saling menyakiti. Beranjak dari sebuah kisah seorang teman, ini sangat memilukan hatiku. Bayangkan saja, sebagai wanita yang masih terbilang muda, walo sudah jadi omak-omak karena temanku ini sudah dua anak. Tapi masih kocik-kocik anaknya, paling tua itu berusia 6 tahun dan yang kecil ini berusia 3 atau 4 tahun gitu. Anaknya pintar-pintar banget. si kecil panggil aku dengan sebutan bunda, duh senangnya jadi pengen kawin e maksudnya nikah. Eee...sampai lupa mau cerita apa, kwek...kwek.
Temanku ini sebut saja namanya Pretty. Ia teman sekuliahku dulu. Pretty divonis dokter menderita kanker payu dara. sehingga ia harus kehilangan sebelah nenennya. Mulanya ia agak ragu untuk melakukan operasi pengangkatan itu, sebab kata dokter kalau tidak dibuang maka akan menjalar ke tempat yang lain lagi. Atas seizin suaminya ia pun melakukan pengangkatan tersebut. Siapa pun pasti senang dapat suport seperti itu, berarti suami tidak mempermasalahkan hal itu. Apalagi bagi wanita hal ini sangat sensitif, tanpa payudara dan satu lagi tanpa rahim. Ini adalah dua benda yang sangat berharga yang dimiliki wanita. Satunya bisa menyusui anak dan bapaknya, hehehhe, dan satunya lagi untuk melanjutkan garis keturunan alias melahirkan anak.
Lambat laun seiring perputaran waktu, dulunya Pretty masih merasakan kemesraan yang diberikan suaminya malah kini sang suami mulai cuek dan malah sudah mulai jarang pulang. Anak-anaknya yang kini makin dekat dengan dirinya. Kali sang anak mengetahui betapa menderitanya ibu mereka. Sudah kehilangan sebelah nenennya malah kini dicuekin suami, yang dulu menikah karena cinta. Pertengkaran-pertengkaran kecil hingga besar pun mulai menyolok. Hingga akhirnya Pretty pun terduduk diam dan bersabar sambil mengurut dada menahan sesak. Nasib baik Pretty bukan wanita yang ikut suami alias ibu rumah tangga. Pretty wanita karir sehingga kesibukan kerja membuat dirinya melupakan masalahnya itu. Ia juga seorang wanita periang yang sudah mulai garing bercanda, malah sekarang suka menyepi dan duduk terdiam dalam seribu keminderan karena kekurangannya itu.
Sungguh ego kah kaum Adam ini? Mulanya dia mesuport eee malah kini ia bikin sang wanita semakin menderita. Coba saja masalah ini dialami pria, seandainya sang suami divonis dokter mandul. Mana ada dia suruh si istri untuk kawin lagi, paling kata sepakat untuk adopsi anak. Coba itu dialami wanita, pertama semangat berapi-api memberi motivasi. Ujung-ujungnya nggak tahan cabut malah ningalin wanitanya, berselingkuh atau me-madukan-nya. Busyet nggak?! Ya sutra lah moga ini jadi pelajaran berharga bagi kita semua. Bahwa cinta itu jangan diukur dari kesempurnaan bentuk tubuh alias fisik, cinta itu harus tumbuh dari rasa memiliki yang tulus. Menerima segala kekurangan pasangan kita, baik lahir maupun bathin.
Temanku ini sebut saja namanya Pretty. Ia teman sekuliahku dulu. Pretty divonis dokter menderita kanker payu dara. sehingga ia harus kehilangan sebelah nenennya. Mulanya ia agak ragu untuk melakukan operasi pengangkatan itu, sebab kata dokter kalau tidak dibuang maka akan menjalar ke tempat yang lain lagi. Atas seizin suaminya ia pun melakukan pengangkatan tersebut. Siapa pun pasti senang dapat suport seperti itu, berarti suami tidak mempermasalahkan hal itu. Apalagi bagi wanita hal ini sangat sensitif, tanpa payudara dan satu lagi tanpa rahim. Ini adalah dua benda yang sangat berharga yang dimiliki wanita. Satunya bisa menyusui anak dan bapaknya, hehehhe, dan satunya lagi untuk melanjutkan garis keturunan alias melahirkan anak.
Lambat laun seiring perputaran waktu, dulunya Pretty masih merasakan kemesraan yang diberikan suaminya malah kini sang suami mulai cuek dan malah sudah mulai jarang pulang. Anak-anaknya yang kini makin dekat dengan dirinya. Kali sang anak mengetahui betapa menderitanya ibu mereka. Sudah kehilangan sebelah nenennya malah kini dicuekin suami, yang dulu menikah karena cinta. Pertengkaran-pertengkaran kecil hingga besar pun mulai menyolok. Hingga akhirnya Pretty pun terduduk diam dan bersabar sambil mengurut dada menahan sesak. Nasib baik Pretty bukan wanita yang ikut suami alias ibu rumah tangga. Pretty wanita karir sehingga kesibukan kerja membuat dirinya melupakan masalahnya itu. Ia juga seorang wanita periang yang sudah mulai garing bercanda, malah sekarang suka menyepi dan duduk terdiam dalam seribu keminderan karena kekurangannya itu.
Sungguh ego kah kaum Adam ini? Mulanya dia mesuport eee malah kini ia bikin sang wanita semakin menderita. Coba saja masalah ini dialami pria, seandainya sang suami divonis dokter mandul. Mana ada dia suruh si istri untuk kawin lagi, paling kata sepakat untuk adopsi anak. Coba itu dialami wanita, pertama semangat berapi-api memberi motivasi. Ujung-ujungnya nggak tahan cabut malah ningalin wanitanya, berselingkuh atau me-madukan-nya. Busyet nggak?! Ya sutra lah moga ini jadi pelajaran berharga bagi kita semua. Bahwa cinta itu jangan diukur dari kesempurnaan bentuk tubuh alias fisik, cinta itu harus tumbuh dari rasa memiliki yang tulus. Menerima segala kekurangan pasangan kita, baik lahir maupun bathin.