29 August 2009


Menyapu Kabut Senja di Danau Laut Tawar

Oleh Saniah LS


Saat senja, derapan langkah kaki kuda dan langkah kaki anak-anak Danau Laut Tawar menyisir air danau yang kehijau-hijauan yang tak beriak itu. Anak-anak di pinggiran danau, ketika menjelang sore, membantu orangtua mereka, memandikan kuda.

Aceh Tengah diapit 14 kecamatan. Dan hampir diempat belas kecamatan itu view alam pegunungan dan keindahan Danau Laut Tawar tak perlu diragukan lagi kecantikannya. Seperti kecantikan dan kelembutan Putri Pukes.

Aceh Tengah juga banyak menyimpan tempat pariwisata yang aduhai indahnya. Selain Danau Laut Tawar yang menjadi tempat favorit pelancongan bagi wisatawan lokal maupun asing, ada juga Pantan Terong, di sini Anda bisa menyaksikan dari atas, kota Takengon dan daerah sekitarnya.

Terus ada lagi, Taman Buru Linge Isak, wisata untuk mereka yang senang berburu, Gua Loyang Koro, Loyang Pukes, Loyang Datu, merupakan wisata wisata legenda. Bagi yang senang rafting dan hiking, Krueng Peusangan dan Burni Klieten adalah pilihan yang tepat. Jadi saat bertandang ke mari dengan jujur saya ingin mengatakan tak ada kata menyesal. Aceh Tengah seperti daerah puncak di Bogor, sayang keindahan yang tak ada bandingannya itu kurang polesan saja, semua lahir bak pelancongan yang alami alias ‘organic’.

Dari Banda Aceh, lebih kurang 4 jam perjalanan, saya sudah memasuki kota Bireuen. Dari sinilah perjalanan itu dimulai. Dengan sedikit agak berdesakan saya naik ke bus mini alias BE (Bireuen Ekspres), cukup dengan membayar uang Rp 25.000,- per orang, ongkos yang tidak terlalu mahal menurut saya. Anda bisa juga naik L300 atau bus yang langsung ke Takengon. Tapi saya lebih senang transit ke dulu di Bireuen. Melihat geliat perangai orang-orang diterminal yang aneh-aneh gelagatnya. Lalu terpikir oleh saya seiras orang Gayo mirip banget dengan orang Karo, kalau dilihat kasat mata sih...

Dengan menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam, saya sampai di kota Takengon. Saat itu saya mulai merapatkan kancing rosleting jaket saya. Udaranya segar mulai menusuk daging dan tulang saya. Apalagi saat itu cuaca lagi mendung, hujan rintik-rintik pun menyambut kedatangan saya di kota ini. Waktu itu jam ditangan jarumnya menunjukan pukul 16.00 WIB. Saya pun bergegas mencari penginapan terdekat, yang berada di pusat kota. Akhirnya saya memilih nginap di Hotel Mahara selama 2 malam. Harga hotel ini berpatutan, Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu semalam. Hotel yang sederhana ini cukup bersih untuk di huni dan Anda tidak perlu mencari AC, yang diperlukan selimut yang tebal dan penyediaan air panas.

Pagi-bagi sekali, saya sudah bangun dan berjalan kaki menuju Pasar Pagi, pasar tradisional yang sudah ramai dikerumuni orang sejak subuh lagi. Oh ya, berbagai hasil bumi Aceh Tengah akan Anda dapatkan di sini. Mulai dari ikan depik hingga buah pokat atau jeruk keprok segar. Semua bisa Anda beli sebagai oleh-oleh dengan harga yang murah. “Ikan Depik ini cuma ada di Takengon. Bentuknya hampir sama seperti ikan bileh (ikan teri Aceh). Ia bisa dikonsumsi dalam keadaan basah maupun yang kering,” ujar Ade kepada saya, seorang teman yang memang asli orang Takengon.

Ikan air tawar di Danau Laut Tawar selain ikan Depik juga terdapat ikan relo, kepras, bawal, peres, mujahir, dan kerleng. Tempat kerambah ikan air tawar tradisional bisa Anda tinjau di Kulem Gule. Di sini banyak bagunan-bagunan kecil yang terapung, sebagai tempat berternaknya ikan-ikan tadi. Saat menjelang senja, Anda akan mendapati hilir mudik perahu-perahu kecil yang membawa pulang hasil tangkapan mereka di danau yang diapit tiga gunung, yaitu Burni Gayo, Burni Perben, dan Burni Kelitu. Luas Danau Laut Tawar kira-kira 5.472 hektar dengan panjang 17 kilometer, dan lebarnya 3,219 kilometer. Volume airnya kira-kira 2.537.483.884 m³ atau sekitar 2,5 triliun liter.

Saya paling demen, duduk dipinggiran Danau Laut Tawar. Maka saya pun menuju Pantai Menye yang berada di Kecamatan Bintang. Di sinilah, tempat pacuan kuda air. Tempat ini masih terbilang baru. Tujuannya dari apa yang saya dengar dari penduduk setempat, agar pacuan kuda yang menjadi ciri khas di Aceh Tengah tidak saja dilakukan di daratan, namun juga bisa dilakukan di air tepatnya di Danau Laut Tawar, danau yang menjadi kebanggaan warga Aceh Tengah. Oh ya, di tempat ini Anda akan menemukan tugu Patung Kuda, berdiri gagah.

Dipingiran Danau Laut Tawar saya melihat ditumbuhan air enceng gondok hidup subur, tumbuhan ini merupakan makanan bagi ikan-ikan yang hidup di danau berwarna kehijauan itu. Airnya tidak saja sejuk namun juga jernih dan bersih. Anak-anak berusia 7-10 tahun bermain riang sambil mandi, berenang dan saling berkejaran. Ada yang memakai sempak doang ada juga yang bugil ria, maklum lah mereka masih kanak-kanak. Sungguh pemandangan yang menajubkan. Saya duduk terpaku di rumah podokan kecil yang ada dipinggiran danau ini. Sambil memainkan kaki saya ke air danau yang mulai sejuk saya rasakan. Sekali-kali mata ini menatap bahagia, saat anak-anak itu ketawa-ketiwi sambil memandikan kuda-kuda mereka.

Sunguh ritme harmonis yang tidak saya dapatkan pada anak-anak kota. Mengingatkan saya pada masa-masa kecil, sebagai anak pantai. Saya bersama teman-teman juga seperti itu dulu, bermain dan berenang suka-suka di laut yang tidak jauh dari rumah saya, di Kampung Jawa Lama, Lhokseumawe. Kadang sampai saya lupa kalau Magrib telah tiba, orangtua atau kakak saya menjemput secara paksa untuk pulang. Kalau tidak saya bersama anak-anak yang lain jadi lupa pulang.

Tiba-tiba pundak saya dicukeh seorang teman. Dia ingin mengingatkan saya kalau tak lama lagi Magrib akan tiba. Saya pun berlalu meninggalkan anak-anak itu yang sebelumnya berlomba bekerjaran dengan kuda mereka di air. Danau Laut Tawar, danau yang sangat indah. Ia permata bagi Aceh Tengah dan juga daerah Aceh lainnya. Sayang keindahannya kurang diekspos. Iwan Fals saat konser di Aceh pernah singah di dataran tinggi Gayo Lues ini. Musisi kondang Indonesia ini ingin melihat lansung keindahan itu, sama seperti saya. Good day, so nice man!

Allah Bersamaku

Oleh Saniah LS

Malam semakin pekat
Riuh hujan di luar belum kering desirannya
Aku menatap dalam sebuah baskom berisikan air tampungan hujan
Ada buram wajah tak bermaya di situ
Aku terus menatap dan berkata
Itu bukan aku!
Lalu ku obok-obokan air dalam baskom tersebut dengan perasaan marah
Dan teriakan sekencangnya, ini bukan aku!!!
Tiba-tiba ada suara yang berbisik...
Kenapa kamu marah-marah?
Apa dengan marah kamu bisa menyelesaikan kegundahan hatimu?
Ingat Allah, karena dia yang mampu menenangkan hatimu
Dan hanya Allah yang mampun mengusir sepimu itu
Lagi, hanya Allah yang mampu menunjukan siapa kamu dan memberi kamu kekuatan
Berzikir lah...
Berzikir lah...
Berzikir lah
Suara itu perlahan hilang seiring ucapan lafal ucapan pengampunan dari diriku
Astagfirullah...Astagfirullah al azimm...
Aku tersadar, aku harus menerusi hidup ini
Dengan sisa puing-puing hati yang terus disakiti
Untuk kembali menjadi diriku, menjadi seorang hamba
Ya menjadi seorang hamba...
Karena Allah lah 'kekasih' yang abadi...


02 August 2009

Sayang Itu...

Oleh Saniah LS

Tak ada tanda-tanda kalau hari ini hari istimewa buat mu
Aku pun hanya bisa menelangsa jauh membayangkan esok yang lebih indah
Tapi,...aku kecilek.
Suara kerincingan ritual birthday mu terdengar manis ditelinga
Kamu yang mendendangkannya buat aku, dan akhirnya aku tahu
Hari ini lah yang istimewa dan terindah dalam hidupmu...
Tak sempat sebuket bunga lili putih sebagai kado ungkapan kuberikan
Bahkan sepatah kata ucapan pun serasa keluh, aku lama terdiam
Tapi kamu terus bla...bla..bercerita tentang hari-hari bahagia mu itu
Tentang mereka-mereka yang terlebih dulu mengucapkan ketimbang aku
Biar tak kalah malu, aku pun cuma bisa bilang
Sayang, biar lah aku menjadi yang terakhir untuk mengucapkan selamat untukmu
Karena setelah yang terakhir ini tak ada lagi yang lain kecuali aku di situ, dibagian hatimu
Ku gendangkan nyanyian sumbang memanggil 1000 kurcaci agar kamu terhibur
Aku juga memanggil 1000 kupu-kupu yang cupu, agar ada warna dalam candaku...