24 March 2009

Yang Tak Dapat Tergantikan


(Ini cerita semasa Ayah pergi meninggalkan kami selama-lamanya. 10 April 2009 nanti, setahun sudah Ayah tidak lagi bersama kami, dan sumpah aku benar-benar merasakan Ayah masih bersamaku sampai kapan pun, tapi ketika aku rindu,…aku baru tersadar Ayah sudah tiada lagi,…)

Aku duduk sejenak, di atas kursi yang mulai tua bersama orangtua, Bundaku. Di rumah kami yang semakintua juga. Aku tatap mata yang berbinar-binar itu, raut wajah yang mulai keriput. Semangat nya terus mengalir seiring irama cerita masa mudanya dulu. Aku selalu sabar mendengar bait-bait cerita Bunda yang barang kali entah berapa kali sudah berulang-ulang ia cerita kan kepadaku. Aku tetap berdialog, menanyakan dan memberi komen cerita Bunda, hingga,…tawa Bunda memecah keheningan malam yang mulai pekat, mata itu mulai letih menahan kantuk…Aku mencium kening Bunda dan lantas mengucapkan bahwa betapa aku meyayangi dirinya, begitu juga yang kulakukan pada Ayahku, yang sudah duluan terbaring, terlelap.

Ayahku, tidak dapat melihat tapi hatinya begitu berbinar dan terang. Dia tahu di mana langkah kakiku saat berjalan, begitu pun saat ia berjalan ia tak minta di papah, ia tahu kemana saja langkah yang dia bawah. dan Satu yang kini tak bisa aku lupakan dari ucapan ayah, kata yang sudah lama tak terdengar, “Hati-hati di jalan ya nak,” kata itu benar-benar syahdu dan menusuk ‘kantung’ sayangku. Mata ini juga berkaca-kaca, saat aku mulai menyapu dan melap lantai yang basah karena air bekas cebokan ayah saat pipis di ember yang telah disediakan kakakku, Anik. Ketika mata mulai beradu pandang dengan abangku yang menyempatkan pagi sebelum berangkat kerja, membersih dan mengurut tubuh ayah, agar segar. Sesekali lontar kata bermakna keluar dari mulut abangku, Amin, dan terkadang juga ada senda gurau, sehingga aku bisa mendengar jelas suara tawa Ayah yang khas. Aku pun tidak membiarkan kelang waktu berlalu begitu saja, ikut nimbrung menyuntikkan kata-kata semangat kepada Ayah.

Kata-kata kami, ternyata sangat berarti bak obat mujarab, Ayah kini mulai mengerakkan sedikit tubuhnya, kekanan, dan kekiri, aku masih ingat itu, karena itu untuk sekian kali aku melihat senyum termanis Ayah. Senam kecil di atas pembaringan. Ayahku juga sudah mulai bisa berjalan lagi, perlahan dan pelan, Terima kasih ya Allah SWT, karena kekuatan dan kesehatan yang Engkau berikan kepada Ayahku walau sesaat dan akhirnya ia kembali kepangkuanmu, 10 April 2008 lalu. Kata-kata ini tidak dijual di mal atau plaza mana pun dan tidak bisa dibayar dengan berapa rupiah pun, kata-kata sayang dari sang anak…dia dapat merasakan tangisku saat melihat keadaannya semakin tua renta…”Yah, kami sayang kamu…”.
***
Pernah kamu melakukannya? Menyisihkan sedikit waktumu untuk kedua orangtuamu yang masih hidup dan merasakan apa yang dirasakan orangtuamu saat melalui hari tuanya dalam sepi, tanpa suara kanak-kanakmu lagi?

Sungguh sangat kejam jika tidak sedikit pun kita memberikan kesempatan kepada waktu yang ada untuk memikirkan kedua orangtua kita selagi mereka hidup. Bukan hanya memikirkan tapi menjenguk bahkan merawatnya hingga ajal menjemput…aku dapat merasakan dan berdoa, agar disisa-sisa umurku ini, aku diberikan kesempatan Allah SWT merawat dan menjaga mereka…ingat mereka tidak menginginkan uang atau harta berlimpah untuk balasannya, yang pernah membesarkan kita. Mereka hanya meminta sedikit waktu kita untuk mendengar dan bercekrama dengan mereka (sebutan orangtua), meski sedikit waktu yang kita berika, tapi itu sudah sangat berharga lebih dari pada permata...dan tak bisa diucap dengan kata-kata. I love you Abi and I love you Bunda…

18 March 2009

Dua sisi pada manusia,...

(intermeso untuk mencerna makna hidup ,...)

Aku tercengang, saat aku curhat, mencak-mencak marah dan kesal, kepada seorang sahabat. Ujar sahabatku, katanya begini bahwa pada diri manusia ada dua sisi. Sisi buruk dan sisi baik. Aku mencerna kata-kata itu, bahwa tiada manusia yang tak luput dari kesilapan, dan jahatnya manusia atau baik, terpulang manusia itu sendiri bagaimana ia membawa dirinya. Hmmm,...iya sih kalo dipikir-pikir, tapi masa lalu dan lingkungan sangat mempengaruhi itu semua.

Aku tidak bisa tidur, terus otakku berkutat...sambil tangan mengaduk sendok pada secangkir kopi hangat yang ingin aku seduh. "Apa karena aku sudah jenuh dijolimin?" tanyaku dalam hati? Ahhh...aku pun sadar aku bukannya baik-baik kali pun. Ada juga sisi buruk sifatku yang tidak disukai orang. Aku harus tepiskan sisi itu menjadi sisi yang baik sehingga aku tidak merugikan atau membuat orang lain sakit hati. Seperti kata orang bijak, "Kebaikan yang kau tanam maka buah kebaikan lah yang kau petik, tapi bila kejahatan yang kau tanamkan maka buah kejahatan itu akan menghampiri hidupmu dan keluargamu", bah!

Akhirnya mataku terpejam juga. Aku bermimpi dan menurutku mimpi itu sangat indah sekali,...
Aku bertemu bidadari cantik dia tersenyum manis kepadaku, saat itu raut wajahku menjadi bersinar, karena dari balik telapak tangan bidadari itu ada seekor kura-kura atau penyu giok. Ia berikan untukku. Hmmm,...aku emang suka banget dengan kura-kura/penyu, tapi hiasannya saja karena yang hidup aku nga akan memeliharanya aku lebih suka binatang penuh misteri ini hidup di alamnya. Kura-kura atau penyu mampu membuat aku tersenyum saat gundah, ada tingkah pola mereka yang lucu menurutku, meski batoknya keras, namun ia sangat merendah bahkan malu-malu, makanya kura-kura/penyu selalu menyembunyikan kepalanya saat ada yang menatapnya...

Saudaraku,...
Dua sisi diri manusia ibarat media menurutku. Media memiliki fungsi memberi informasi, mendidik, menghibur, dan sosial kontrol. Jadi jika dua sisi baik dan buruk manusia itu dipersentasikan seperti persentasi pada media maka kehidupannya akan seimbang. (heheheh...dunia dan akhirat kaleee). Kalau semua fungsi media itu persentasinya sama atau berimbang sesuai kebutuhan, maka media itu akan disukai pembacanya. Karena tidak lari dari relnya...begitu juga manusia, jika ia mampu mengontrol dirinya untuk dua sisi itu. Jangan sampai sisi jahat lebih besar persentasinya ketimbang sisi baiknya. Atau akan lebih baik kalau sisi baiknya lebih besar porsi persentasinya maka damai lah hidupnya dan hidup orang lain.

Lah kok kehidupan orang lain?
Coba bayangkan kalo semua sadar peran kedua sisi itu? Maka tak ada lagi orang yang akan menyumpah yang jelek kepada diri anda malah doa kebaikan yang dipanjatkannya. Pernah suatu kali aku melihat upacara kematian, di rumah itu dipenuhi orang-orang yang melayat, 7 hari berturut-turut orangnya 'ntah datang dari mana saja, padahal si keluarga yang ditimpa musibah itu tidak pernah membeberkan kesemua orang. Ada saja orang yang melayat dan berdoa untuk si mati. Ujar seorang teman, "Yang meninggal ini orang yang baik, lihat banyaknya orang yang berkunjung di rumahnya", duh aku semakin ketakutan. Si almarhum bukan pejabat, atau publik figur tapi yang datang melayat melebih yang datang melayat saat pejabat atau publik figur meninggal dunia. Subhanallah!

Kembali lagi ke fungsi media. Gimana kalo diri kita juga dibuat seperti itu, bicara dan menyampaikan sesuatu dengan informasi yang baik-baik dan bermanfaat. Karena sebaik-baiknya manusia, manusia yang bermanfaat untuk orang banyak. Kedua dalam kehidupannya manusia itu memiliki sikap yang tauladan sehingga menjadi cerminan bagi banyak orang. Ilmu yang dimilikinya selalu bermanfaat untuk orang banyak. Ketiga, ia selalu memberi senyuman termanisnya pada orang yang tak dikenalnya meski itu sekalipun musuhnya. Kata-katanya tak pernah menyakiti hati orang lain, sikapnya tidak menjolimin kehidupan orang lain. Kehadiran sangat dinanti banyak orang karena ia bagaikan payung disaat hujan dam atau air di saat musim kemarau. Hidupnya sangat bermanfaat untuk orang lain.

Keempat ia sanggup menegakkan kebenaran. Tidak pernah takut untuk mengatakan "Tidak" meski nyawanya melayang untuk kebenaran itu. Ia akan menegur jika itu salah, ia akan berjuang jika itu sebuah kebenaran. Dan ia akan mengalah jika itu memang diperlukan untuk kebaikan. Dia menjadi leader untuk semua orang, tapi sebelumnya ia akan berteriak untuk memimpin dirinya dulu, kalo ini sudah berhasil baru ia akan memimpin orang banyak....

Beuh...sisi baik dan buruk? Tak ada manusia yang sempurna, tapi jika kita sadar sempurnaan itu bukan milik kita setidak mendekati kesempunaan itu lebih baik dari pada mendekati ketidak sempurnaan dalam hal ini sisi jelek kita lebih menonjol dalam kehidupan...merenung lah... jadikan diri seperti semut hitam bukan merah. Meski semut hitam sebenarnya mengigit tapi orang tidak berpikir yang jelek-jelek kepada semut hitam, karena kehadiran semut hitam di rumah kata penghuninya akan memberi rezeki, sebaliknya semut merah yang suka mengigit dan bikin yang digigit kesakitan dan marah, maka kalo melihat semut merah atau singah di tubuh manusia, siap-siap lah untuk dipicit sampai mati. Atau ketika semut merah hadir di dinding atau lantai rumah, padahal tidak menganggu atau belum lagi mengigit sudah dimusnahkan dengan siraman minyak lampu,...kasihan ya nasib semut merah. Hik...hik...








17 March 2009

Lomba Foto XL Berujung DUKA

(Sekedar berbagi buat temans semua...dan biar tidak ada lagi kesewenang-wenangan, dan menjadi pelajaran bagi semua orang... ini tulisan titipan saudaraku Dedy Sinuaji, yang semangat ya! kebenaran tidak pernah lari dari rel-nya jika itu sebuah kebenaran...)

Sungguh sangat disayangkan, sebuah event Photo Competition tahunan yang diselenggarakan oleh pihak operator selular ternama XL berakhir dengan mengecewakan. Hal itu saya alami sendiri dan beberapa rekan fotografer lainnya yang telah bersusah payah mengirimkan fotonya untuk meramaikan kompetisi tersebut.

Saya (Dedy Sinuhaji) terus terang tak bisa menyimpan kecewaan dengan sikap maupun keputusan yang diambil pihak panitia XL Award 2008. Tidak semata karena keputusan mereka yang membatalkan kemenangan saya tanpa dasar aturan yang kuat, tapi juga karena ketidakprofesionala n panitia yang telah mengundang saya untuk datang ke Jakarta .

Untuk lebih memudahkan Anda memahaminya, saya buat kronologisnya sebagai berikut:

Pada tanggal 1 Maret 2009, tepatnya pada sore hari, saya dihubungi oleh panitia lomba foto XL bernama Yus dengan nomor ponsel 081510782447. . Dia mengabarkan, bahwa foto saya masuk 3 besar dalam lomba foto tersebut. Karena itu, saya diundang ke Jakarta untuk mengikuti acara penyerahan hadiah di Marrios Place , Cikini, Jakarta .

Awalnya, saya tidak percaya. Dalam benak saya, masa sih lomba diadakan oleh operator selular Xl, tapi yang menghubungi saya menggunakan nomor operator lain? Pertama, saya beranggapan bahwa ada teman yang ingin mengerjai saya. Makanya, saya sempat mengabaikannya.

Pada tanggal 3 Maret 2009, Telepon genggam saya berbunyi di pagi hari dan ternyata Yus kembali menghubungi saya dengan menggunakan nomor 021-83702660. Pria tersebut kembali mengabarkan hal yang sama. Dan lagi-lagi dia mengundang dan menyuruh saya datang ke Jakarta . Namun, dia meminta agar saya membeli tiket pesawat pakai uang saya dulu dan nanti akan diganti di Jakarta.

Dia juga berpesan, agar sesampainya di Jakarta saya segera menghubungi kembali ke nomor 081510782447. Katanya, agar mereka tahu bahwa saya telah tiba di Jakarta dan untuk keperluan check-in hotel tempat beristirahat. Saya pun beranjak membeli tiket sambil mengurus surat izin permisi dari kantor tempat saya bekerja.

Besoknya, 4 Maret 2009, sekira pukul 10.00 WIB saya beranjak dari Medan menuju Jakarta menaiki pesawat Batavia Air.. Setibanya di Jakarta saya menghubungi Yus ke nomor yang disebutnya tadi..

Dia lantas menyuruh saya datang ke kantor Panitia dengan menggunakan bus Damri Pasar Minggu dari Bandara Soekarno Hatta. “Kamu naik bus Damri Pasar Minggu dan turun di Jembatan Pancoran. Kalau sudah sampai hubungi saya kembali,” katanya lewat pembicaraan melalui handphone.

Saya pun berangkat dengan menaiki bus tersebut dan turun di jembatan Pancoran. Kalau tidak salah di depan Rumah Cantik Mustika Ratu. Saya menghubunginya kembali. Dia kemudian mengutus orang yang disebutnya bernama Ateng untuk menjemput saya.

Selang 10 menit, Ateng tiba dengan menggunakan sepeda motor untuk menjemput di tempat saya menunggu. Dan kami pun beranjak menuju Kantor Panitia Lomba Foto XL di Jl. Prof. Dr. Soepomo Komplek Bier No 1A Menteng Dalam, Jakarta Selatan.

Saat itu baru saya tahu bahwa saya berada di Kantor Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Jakarta dan baru tahu juga bahwa panitia lomba XL tersebut adalah orang AJI yang menggunakan nama KOJI, singkatan dari Koperasi Jurnalistik Independen. Saya tahu singkatan KOJI tersebut dari Ateng.

Sesampainya di kantor AJI Jakarta tersebut, saya berjumpa dengan Yus dan panitia lainnya, saya lupa namanya. Kita pun berkenalan sambil berjabat tangan, dan saya disuguhi segelas air putih dingin.

Karena saya merasa ada kesamaan profesi di bidang jurnalistik, kita pun saling bicara soal jurnalistik. Kebetulan saya mengenal seorang pengurus di AJI bernama Bina Karo Sekali. Saya menanyakan keberadaannya kepada panitia tersebut. Saya juga sempat menghubungi Bina Karo Sekali sewaktu saya masih di Kantor AJI Jakarta.

Panitia Xl tersebut juga banyak menyebutkan nama anggota AJI di Medan yang sebagian saya kenal. Di situ, saya mengatakan bahwa saya fotografer Harian Seputar Indonesia (Koran SINDO) biro SUMUT.

Sesaat setelah saya mengatakan itu, Yus sempat terkejut, namun tak lama kemudian dia menyunggingkan senyum. Lalu, masuk ke dalam salah satu ruangan dan meninggalkan saya di ruang tamu Kantor AJI Jakarta.

Sekira 10 menit kemudian, Ateng keluar dan mengajak saya pergi untuk menyewa hotel. Sementara panitia tersebut pergi, katanya mau rapat. Saya pun mengabaikannya.

Saya, Ateng dan Jefri sepupu saya dengan berjalan kaki beranjak meninggalkan kantor AJI Jakarta menuju Hotel Sofyan di Tebet. Setelah check-in, saya dan Jefri masuk ke kamar, sedangkan Ateng pergi meninggalkan kami di hotel.

Singkat cerita, malamnya saya dihubungi kembali oleh Panitia lomba foto XL dan menyuruh saya kembali ke hotel karena ada yang mau dibicarakan. Tepat di Restaurant Hotel Sofyan tersebut kami berbicara. Di situ ada saya, seorang panitia, dua orang public relation XL bernama Febriati Nadira dan Husni.

“Mas Dedy Wartawan ya?” tanya Febriati.

Tanpa berpikir panjang, saya langsung mengiyakannya. “Iya, saya fotografer SINDO di Medan.”

Setelah itu, mereka mengatakan bahwa kemenangan saya dalam XL Award Photo Competition untuk kategori umum dibatalkan. Alasannya, karena profesi saya wartawan. Mereka berdalih, untuk kategori umum, wartawan dilarang ikut. “Sangat disayangkan lho Mas, kemenangan kamu terpaksa kita batalkan. Padahal foto kamu itu, foto terbaik pilihan Juri (Oscar Motuloh),” ujar Febriati Nadira.

Saya coba memberikan argumen. “Mbak, coba lihat brosur yang kalian sebarkan. Di situ ada dua kategori. Satu kategori wartawan dan satunya lagi kategori umum. Kategori wartawan, persyaratannya dipublikasikan di media cetak maupun online. Sedangkan umum dipublikasikan di blog. Tidak ada tertulis untuk kategori umum, wartawan tidak boleh ikut serta. Umum, berarti semua boleh ikut. Baik itu petinju, presiden tanpa pengecualian seorang wartawan,” beberku panjang lebar.

Saya pun menegaskan, jika seandainya dalam brosur tersebut dinyatakan dengan tegas bahwa untuk mengikuti kategori umum wartawan tidak boleh ikut, pastinya saya tidak akan ikut di kategori tersebut. Begitu juga dengan wartawan foto dari media lainnya.

Namun, argumen yang saya sampaikan, tak masuk ke otak mereka. Mereka tetap bersikukuh bahwa persyaratan yang mereka buat sudah tepat. Uniknya, mereka beralasan, tidak dibuatnya secara terperinci bahwa untuk kategori umum tidak dibolehkan seorang wartawan ikut, semata karena terkendala space yang terbatas saat pemuatan iklan di Harian Kompas.

Masalahnya, jika alasan space tersebut, tentu juga tidak masuk di akal. Sebab, di website resmi milik XL yakni www.xl.co.id. sama saja dengan yang tertulis dalam brosur XL Award 2008 tersebut. Di situ juga tidak ada disebutkan larangan wartawan ikut dalam kategori umum.

Beragam tanda tanya membuncah di benak saya. “Mengapa dari dulu saya tidak dihubungi supaya saya bisa memperbaikinya? Sementara di blog milik saya yang beralamatkan www.sinuhajimage. com dengan jelas tertulis di situ bahwa saya ftografer SINDO di Medan,” cecarku.

Mereka menjawab ringan, bahwa profesi wartawan saya itu tidak ada mereka lihat dalam blog saya.. Tak mau dianggap mengada-ada, saya menantang mereka untuk membuka blog saya tersebut saat itu juga. Kebetulan salah satu dari mereka menggunakan Blackberry. Namun, mereka tidak bersedia membuka blog itu di depan saya.

Lalu saya bilang lagi, “Mbak, pada saat mengirim foto yang akan diikutsertakan dalam kompetisi tersebut, saya mengirim ke email XLAward@xl.co. id. Karena ada masalah dengan pengiriman foto tersebut, saya menghubungi public relation Xl yang ada di Medan bernama Maulana Ahmadi. Saya memberitahukan permasalahan saya tersebut. Dan Maulana Ahmadi mengatakan agar saya mengirim ke emailnya yang nantinya akan di forward ke Email XL Jakarta. Dan saya pun mengirimnya.”

Usai itu Maulana Ahmadi mem-forward email saya tersebut secara serentak ke email Husni dan juga email saya. Dalam email tersebut berisi kata-kata “Dear pak Husni, terlampir keikutsertaan teman kita Dedy dari SINDO Medan dalam rangka Lomba Photo XL, mohon bantuannya agar dapat diikutsertakan. Terima kasih”.. Lalu saya mendapat email balasan.

Namun dalam email balasan tersebut, tidak ada pemberitahuan akan kesalahan saya dalam kategori peserta. Dalam email tersebut hanya tertulis agar saya melengkapi persyaratan dan terlampir email baru untuk pengiriman soft copy foto, yaitu xl.award2008@ gmail.com

Dalam perbincangan malam itu, Husni mengakui menerima email dari Maulana Ahmadi tersebut. Namun, uniknya lagi, dia mengaku tidak membaca pesan yang dilampirkan oleh PR XL di Medan itu.

Mereka tetap bersikeras membatalkan kemenangan saya dalam kategori umum, dengan alasan agar XL Award 2008 ini tidak ada yang complain. Mereka meminta saya agar merelakannya demi kredibilitas XL di mata khalayak.

Untuk membatalkan kemenangan yang saya raih, mereka akan mengganti biaya yang telah saya keluarkan, mulai dari tiket pesawat, airport tax, ongkos Damri dari bandara ke kantor Panitia XL serta pengeluaran selama di Jakarta . Tapi, saya menolaknya. Saya tidak ingin timbul kesan dalam benak mereka, bahwa saya mengikuti lomba tersebut semata untuk mengejar uang hadiah.

“Tak usah mbak, saya masih punya uang, cukup kalian mengganti apa yang telah kalian janjikan dari awal, Tiket pesawat dan juga penginapan. Kalau untuk biaya yang lain saya masih punya uang,” jawabku..

Saya pun meninggalkan mereka bertiga dan bergegas masuk ke kamar hotel.

Pada dasarnya mereka mengakui kesalahan mereka, tapi telah saya menjadi korban dari kesalahan yang mereka perbuat.

Ternyata, bukan saya saja. Rekan saya fotografer SINDO di Jakarta, Fransiskus Simbolon juga merasakan kekecewaan yang sama. Pasalnya, dua minggu sebelum saya dihubungi oleh panitia XL Award 2008, Fransiskus Simbolon dikabari via SMS menggunakan nomor 081908075267 yang bertuliskan “ Selamat foto anda mjd salah satu pemenang XL award. Mohon kehadiran dalam malam anugerah XL Award. Undangan akan dikirimkan ke alamat masing-masing”

Namun, saat Fransiskus S menghubungi kembali ke nomor tersebut, si penerima telefon berkilah dan mengatakan bahwa tidak pernah menghubunginya soal kemenangan dalam Lomba XL Award 2008 tersebut. (Sampai sekarang Fransiskus masih menyimpan SMS tersebut).

Sementara itu, saya mendapat informasi juga dari Sekjen PFI, Astra Bonardo. Bahwa dalam XL Award 2007 lalu, Juara III dalam lomba foto XL kategori umum adalah seorang wartawan Jawa Pos bernama Agung Wahyudi.

Hingga sekarang, saya belum bisa menjawab pertanyaan besar yang bersemayam di benak saya; Apa maksud dan tujuan mereka dengan ini semua?

Demikian cerita ini saya tuliskan tanpa menambah atau mengurangi dari hal yang sebenarnya.

NB; turut serta saya lampirkan Brosur XL Award 2008 dan Pengumuman XL Award 2007

“Badai Pasti Berlalu”

Salam,

Dedy Sinuhaji

Seputar Indonesia

Medan, North Sumatera

10 March 2009

Cinta Terlarang: Jo Jenuh Disakiti!


Kayaknya sebuah blog khusus tulisan ‘cinta terlarang’ menginspirasi aku untuk menulis kisah ‘cinta terlarang’ teman-temanku. Yap, bukan karena ingin mencibir kisah cinta para gay atau lesbon, tapi kalo dilihat ditilik emang sebenarnya kisah cinta mereka ini tak jauh seperti cintanya mereka yang normal.

“Ssttt! Jangan suka mencibir kehidupan mereka dong. Lagian mereka juga tidak minta mereka kayak gini. Kalo kamu mau tau hidup mereka sebenarnya sangat menderita. Jadi tolong hargai dong kehidupan mereka ini,” kataku suatu kali kepada teman sekantorku yang selalu mengolok-olok kehidupan para gay dan lesbon. Randra cuma dia terpaku, mendengar ucapanku itu.

***

Sebut saja, namanya Jo, dia seorang wanita yang matang dan terbilang sukses dikariernya sebagai seorang manager hotel berkelas dan berbintang lima di kotaku. Perkenalanku berawal dari hubungan kerja kami. Gayaku yang memang agak tomboy bikin Jo bertanya dalam hati apa aku seperti dirinya? “L”. “Nga Jo. Aku street. Aku tahu semua istilah ya karena aku banyak teman kayak kamu dan aku juga pernah buat tulisan tentang dunia orang-orang seperti kamu,” kataku coba menyakinkan Jo. “Ooo…gitu ya, maaf kalo gitu,” kata Jo. Sejak itulah Jo dan aku jadi dekat. Katanya sih aku itu orangnya asyik diajak ngobrol dan nyambung terutama aku itu sangat menghargai kehidupan orang-orang seperti dirinya.

Jo Mulai Jenuh

Aku membaca pesan singkat Jo di ponselku. Jo pingin jumpa aku malam ini di tempat biasa tongkrongan kami. Aku menepuk pungung Jo yang lagi membolak-balik halaman buku yang sedang ia baca. “Maaf. Da lama ya?” tanyaku penuh rasa bersalah. “Dasar jam karet,” ucap Jo sambil menutup buku bacaannya tersebut. Aku dengan penuh rasa bersalah sekali lagi yang bisa tertawa kecil. “Ayo mo pesan apa?” kata Jo sambil memanggil pelayan resto tersebut.

Ada apa sih?”
“Aku mo curhat,”
“Tentang apa?”
“Aku da putusin Dewi,”
“Lha kenapa?”
“Dia nga berubah-berubah,”
“Gatal nya itu?”
“Yaps!”
“Apa kamu da pikir baik-baik?”
“Aku mulai jenuh terus diginikan dia. Jangan dia pikir aku selalu memaafkan kesalahannya itu, dia bisa menginjak-injak ‘kepala’ku. Emang sih aku cinta banget ama dia, dan aku rasa da cukup aku diginikan Dewi.”
“Apa nga bisa dibicarakan baik-baik lagi?”
“Udah. Tapi kayak gini terus, dasar gatal nga bisa setia,”
“Oooo…Emang kesalahan paling fatal dia apa?”
“Dia da tidur ama orang lain. Menjijikan!”
“Hhaaa?? Wah gawats juga ya. Itulah payah kalau cinta jarak jauh,”
“Emang kamu tau dari mana sih. Cari dulu dong kebenarannya, selidiki benar-benar.”
“Seminggu yang lalu aku dikabari temanku yang di Bandung. Dia sering lihat Dewi bawa masuk orang yang tak dikenal di kos-annya. Malah kadang nginap.”
“Terus?”
“Untuk membuktikan itu semua, aku pulang ke Bandung diam-diam. Benar. Saat itu dia lagi bersama selingkuhannya. Ketika itulah aku putusin dia. Dewi menangis dan minta maaf. Hampir saja aku jontok tuh buchie. Nasib baik teman baikku, Laras, menahannya. Dewi minta maaf dan bilang nga akan ulangi lagi,”
“Terus kamu memaafkan dia?”
“Nga, sudah cukup dia buat aku begini. Duitku sudah habis buat kuliah dia, membiayai semua keperluan dia. Dasar cewek murahan, gatal! Nga bisa setia,”
“Ya sudah lah kamu yang sabar ya,”

Saat itu aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik. Jo menceritakan semuanya dengan meluap-luap. Jo benar-benar marah. Aku mencuri menatap, ada air bening dikelopak matanya yang coba ia tahan. Duh, ribet juga kisah cinta terlarang ini ya, ternyata sama aja kisahnya seperti layaknya cinta yang normal. Ada perselingkuhan dan ada patah hatinya juga. Aku rasa wajar Jo merasa jenuh diginikan gf (girl friend) nya.

“Ya udah, kamu yang sabar ya. Jo kalo kamu mo nangis, nangis aja. Jangan ditahan, sakit tau,” aku pun menyodorkan tissue. Jo menerimanya, di situ aku menangkap kesedihannya yang ama terdalam. Terluka karena cinta. Hik…hik aku juga pingin menangis….