Kayaknya sebuah blog khusus tulisan ‘cinta terlarang’ menginspirasi aku untuk menulis kisah ‘cinta terlarang’ teman-temanku.
“Ssttt! Jangan suka mencibir kehidupan mereka dong. Lagian mereka juga tidak minta mereka kayak gini. Kalo kamu mau tau hidup mereka sebenarnya sangat menderita. Jadi tolong hargai dong kehidupan mereka ini,” kataku suatu kali kepada teman sekantorku yang selalu mengolok-olok kehidupan para gay dan lesbon. Randra cuma dia terpaku, mendengar ucapanku itu.
***
Sebut saja, namanya Jo, dia seorang wanita yang matang dan terbilang sukses dikariernya sebagai seorang manager hotel berkelas dan berbintang
Aku membaca pesan singkat Jo di ponselku. Jo pingin jumpa aku malam ini di tempat biasa tongkrongan kami. Aku menepuk pungung Jo yang lagi membolak-balik halaman buku yang sedang ia baca. “Maaf. Da lama ya?” tanyaku penuh rasa bersalah. “Dasar jam karet,” ucap Jo sambil menutup buku bacaannya tersebut. Aku dengan penuh rasa bersalah sekali lagi yang bisa tertawa kecil. “Ayo mo pesan apa?” kata Jo sambil memanggil pelayan resto tersebut.
“
“Aku mo curhat,”
“Tentang apa?”
“Aku da putusin Dewi,”
“Lha kenapa?”
“Dia nga berubah-berubah,”
“Gatal nya itu?”
“Yaps!”
“Apa kamu da pikir baik-baik?”
“Aku mulai jenuh terus diginikan dia. Jangan dia pikir aku selalu memaafkan kesalahannya itu, dia bisa menginjak-injak ‘kepala’ku. Emang sih aku cinta banget ama dia, dan aku rasa da cukup aku diginikan Dewi.”
“Apa nga bisa dibicarakan baik-baik lagi?”
“Udah. Tapi kayak gini terus, dasar gatal nga bisa setia,”
“Oooo…Emang kesalahan paling fatal dia apa?”
“Dia da tidur ama orang lain. Menjijikan!”
“Hhaaa?? Wah gawats juga ya. Itulah payah kalau cinta jarak jauh,”
“Emang kamu tau dari mana sih. Cari dulu dong kebenarannya, selidiki benar-benar.”
“Seminggu yang lalu aku dikabari temanku yang di
“Terus?”
“Untuk membuktikan itu semua, aku pulang ke
“Terus kamu memaafkan dia?”
“Nga, sudah cukup dia buat aku begini. Duitku sudah habis buat kuliah dia, membiayai semua keperluan dia. Dasar cewek murahan, gatal! Nga bisa setia,”
“Ya sudah lah kamu yang sabar ya,”
“Ya udah, kamu yang sabar ya. Jo kalo kamu mo nangis, nangis aja. Jangan ditahan, sakit tau,” aku pun menyodorkan tissue. Jo menerimanya, di situ aku menangkap kesedihannya yang ama terdalam. Terluka karena cinta. Hik…hik aku juga pingin menangis….