(Ini puisi untuk Ayah--03 Maret 1927 lalu Ayah dilahirkan)
Yah!
Waktu terus berputar...
Seiring roda tua sepeda tua yang jadi pusaka
Aku terdampar pada keasaan
Saat ketidak adilan mengibas kejelataanku
Rumah tua pun roboh, rata di atas tanah
Yah!
Tak ada tinta di atas kertas yang bisa dijadikan bukti
Apalagi sebagai penguat saksi, pasrah...
Meja hijau sebagai mahkamah dunia
Hanya milik orang-orang berdasi dan berduit
Keadilan hanya sebuah dongeng yang laku keras, saat ini
Yah!
Teriakan kami tidak didengarkan lagi
Pasrah, mulut tak bisa berkoar
Gembok, terkatup pada bibir
Kunci, umpan yang terjual mahal
Diam, itu lebih baik atau aku akan dimatikan?
Yah!
Maaf, kalau aku kini tak mampu bertahan
menjaga setiap jengkal tanah yang kau pusaka kan
kini, hanya sepeda tua yang tersisa
kukayuh dan membawa tubuh yang layu
Lusuh
Bukan gembel, karena aku letih
Letih mencari tanah yang lain.
Kala Matahari menarik selimut mencari kehangatan, Rembulan senandungkan nyanyian hati untuk sang Mataharinya....
25 April 2008
17 April 2008
Aku Ikhlas
10 April 2008
Sekitar jam 9 , malam Jumat
Ayahku pergi...ia tak akan kembali
Meskit hati kami merintih dalam kantong kerinduan yang terburai
Aku lemas bersujud
Mohon ampun pada Tuhan untuk Ayah
Mohon dilapangkan kuburnya
Mohon ditempatkan ditempat yang termulia disisi-Nya
Mohon dan terus memohon tampa henti hingga mata semakin sembab
Hingga malam pun semakin pekat,...
Kini sudah seminggu Ayah pergi
Ia benar-benar pergi dan tak kembali lagi
Tak bisa kukecup lagi kening Ayah
Mengelus muka keriput tua
Membelai rambutnya yang beruban
Menatap senyum manisnya
Tak bisa,
Semua tak bisa kulakukan lagi
Selain berdoa kini,...
Dalam Ikhlasku
Sekitar jam 9 , malam Jumat
Ayahku pergi...ia tak akan kembali
Meskit hati kami merintih dalam kantong kerinduan yang terburai
Aku lemas bersujud
Mohon ampun pada Tuhan untuk Ayah
Mohon dilapangkan kuburnya
Mohon ditempatkan ditempat yang termulia disisi-Nya
Mohon dan terus memohon tampa henti hingga mata semakin sembab
Hingga malam pun semakin pekat,...
Kini sudah seminggu Ayah pergi
Ia benar-benar pergi dan tak kembali lagi
Tak bisa kukecup lagi kening Ayah
Mengelus muka keriput tua
Membelai rambutnya yang beruban
Menatap senyum manisnya
Tak bisa,
Semua tak bisa kulakukan lagi
Selain berdoa kini,...
Dalam Ikhlasku
Subscribe to:
Posts (Atom)