(Ini puisi untuk Ayah--03 Maret 1927 lalu Ayah dilahirkan)
Yah!
Waktu terus berputar...
Seiring roda tua sepeda tua yang jadi pusaka
Aku terdampar pada keasaan
Saat ketidak adilan mengibas kejelataanku
Rumah tua pun roboh, rata di atas tanah
Yah!
Tak ada tinta di atas kertas yang bisa dijadikan bukti
Apalagi sebagai penguat saksi, pasrah...
Meja hijau sebagai mahkamah dunia
Hanya milik orang-orang berdasi dan berduit
Keadilan hanya sebuah dongeng yang laku keras, saat ini
Yah!
Teriakan kami tidak didengarkan lagi
Pasrah, mulut tak bisa berkoar
Gembok, terkatup pada bibir
Kunci, umpan yang terjual mahal
Diam, itu lebih baik atau aku akan dimatikan?
Yah!
Maaf, kalau aku kini tak mampu bertahan
menjaga setiap jengkal tanah yang kau pusaka kan
kini, hanya sepeda tua yang tersisa
kukayuh dan membawa tubuh yang layu
Lusuh
Bukan gembel, karena aku letih
Letih mencari tanah yang lain.