Heran, ketika calon independen disetujui Mahkamah Konstitusi (MK) malah yang bergulir 'sandiwara' politik lain. Skenario itu tersusun dan tertata rapi. Andai saja partai politik memberi kesempatan kali kedua calon independen 'bermain' beraup suara di Pilkada Aceh 2011, dan membiarkan masyarakat secara sportif tanpa ancaman untuk memilih calon dari suatu partai itu dirasakan lebih bijaksana.
Tetapi kebijaksanaan itu tidak dipikirkan mereka dengan membiarkan rakyat memilih dan memberi suaranya kepada pejabat yang saat terpilih lupa dengan janji dan rakyat yang memilihnya. Atau biarkan kami rakyat ini memainkan kembali permainan politik yang tak jentel? Golput, tidak memilih siapapun? Ayo mau yang mana...
Aq masih ingat ketika guru dan dosen politikku mengatakan, politik itu saling menjatuhkan. Politik itu selalu menganggap dialah paling benar hanya karena inginkan kursi dan jabatan di Dewan Perwakilan Rakyat atau 'baju kebesaran pejabat'. Uhhh...politik dari tahun ketahun emang tak pernah bersih. Partai yang kononnya membawa nama agama malah kini pun bermain kotor hanya memikirkan kelompok-kelompok mereka.
Muak! Jangan buat negeri ini hilang kedamaian lagi gara-gara politik kotor kalian. Jentel dan sportif lah. Biarkan kami rakyat ini jadi penentu, pantas kah kamu-kamu, tuan-tuan, Anda-anda duduk di kursi itu? atau kami tidak memilih sama sekali dan tidak memberi suara kami? Ingat semua ada ditangan kami, rakyat....
(Banda Aceh, 30 Juli 2011)