25 July 2008

Penodongan Wartawan di Aceh

KRONOLOGIS KASUS PENODONGAN WARTAWAN
(Ini kejadian yang menimpa abangda-bangdaku di Aceh, semoga kesewenang-wenangan tidak terjadi ladi pada wartawan maupun masyarakat umum, biarkan Aceh damai dengan tentram...)
------------ --------- --------- --------- --------- ---------
Pada tanggal hari Selasa tanggal 22 Juli 2008, sekitar pukul 4:30 subuh, telah terjadi insiden penodongan senjata laras panjang terhadap 4 orang jurnalis Aceh dan 1 orang supir di jalan Provinsi yang menghubungkan Aceh dan Sumatera Utara, tepatnya di desa Indrapuri, Aceh Besar, Aceh.

Kejadian penodongan tersebut menimpa 4 wartawan Aceh dan 1 orang supir yang baru tiba dari Meulaboh, Aceh Barat untuk melakukan peliputan proses rekonstruksi pasca Tsunami. Mereka di todong oleh seorang tentara berseragam lengkap dan menggunakan senjata laras panjang jenis M-16. Dan setelah dilakukan penelusuran, kedua tentara tersebut merupakan anggota TNI dari kesatuan Yonif Zipur 16 Dhika Anoraga Aceh

Nama-nama wartawan dan supir yang menjadi korban penodongan adalah sebagai berikut;

1. Ampelsa, Fotografer Kantor Berita Antara
2. Jaka Rasyid, Wartawan Harian Waspada terbitan Medan
3. Bayhaqi, Wartawan Harian Aceh
4. Hotli Simanjuntak, Kontributor Trans7 wilayah Aceh
5. Amran. (Supir)

Berikut kronologis kejadian penodongan senjata terhadap 4 jurnalis Aceh dan supir.

Sekitar pukul 21:00 WIB, ke-4 wartawan dan 1 orang supir yang baru selesai melakukan peliputan serah terima bantuan di Desa Tungkop, Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat berangkap pulang ke Banda Aceh melalui lintas Meulaboh-Geumpang dengan menggunakan mobil Inova berwarna hitam, BK 1648 TV. Selama dalam perjalanan, tidak ada ganguan dan sempat singgah di beberapa daerah untuk istirahat dan minum kopi.

Sekitar pukul 4:30, rombongan tiba di desa Indrapuri, Aceh Besar. Saat sedang melaju dengan kecepatan sedang, tiba-tiba 2 oknum TNI berseragam lengkap dan bersenjata laras panjang menghentikan kendaraan. Bahkan salah seorang tentara yang bersenjata sempat mengetuk mobil dengan menggunakan senjata. Sesaat kemudian supir segera menghentikan kendaraan di tepi jalan.

Dengan senjata teracung, oknum TNI yang teridentifikasi dengan nama Ermanto menyuruh penumpang yang duduk di bangku depan, yaitu Baihaqi untuk membuka jendela.
Saat jendela di buka, Oknum TNI terebut langsung mengarahkan moncong senjata ke leher Supir sambil memerintahkan untuk mematikan mesin Mobil. Sementara teman Ermanto tetap duduk di atas sepeda motor king yang mereka kendarai.

Kemudian dengan nada membentak, Oknum TNI bernama Ermato membentak dengan kata “Kalian KPA ya” sambil mengacungkan senjata ke arah Bahaqi dan menyuruh penumpang turun dari kendaraan.

Namun karena pintu tertahan, para penumpang tidak bisa turun dari pintu sebelah kiri mobil.

Untuk mengetahui maksud dan tujuan kedua oknum TNI tersebut, Hotli Simanjuntak turun dari mobil melalui pintu kanan dan menjumpai kedua oknum tersebut. Tapi secara mendadak, Oknum TNI bernama Ermanto langsung mengarahkan senjata ke arah kening sambil berteriak:
“Saya benci orang Aceh. Dua teman saya mati di tembak GAM, saya benci Orang Aceh”
Melihat senjata diarahkan ke kening, serta merta Hotli Simanjuntak mengangkat tangan dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Beberapa saat kemudian, Ampelsa juga turun untuk menemui kedua tentara tersebut. Namun secara tiba-tiba Ermanto langsung mengarahkan moncong senjatanya ke arah Ampelsa sambil berteriak

“Ini ada pelurunya, Saya tembak kamu nanti”

Saat sedang marah-marah, Ermanto melihat kartu pers yang tergantung di leher Hotli Simanjuntak. Saat melihat kartu pers tersebut, Ermanto berkata:

“Kalian wartawan yah? Dari mana kalian?

Hotli menjawab bahwa mereka baru pulang dari meulaboh untuk meliput proses serah terima bantuan di Meulaboh.

Setelah mengetahui bahwa rombongan adalah wartawan, teman Ermanto meminta Hotli dan Ampelsa untuk segera masuk mobil dan segera pergi.

Sesaat sebelum meninggalkan lokasi, Oknum TNI bernama Ermanto kembali mengarahkan senjatanya ke Baihaqi yang duduk di bangku depan, hingga mengenai telinga Baihaqi sambil berteriak.

“Silahkan laporkan kepada POM atau siapa saja”
Untuk menghindari aksi yang lebih serius, akhirnya rombongan wartawan segera meninggalkan lokasi kejadian dan langsung pulang menuju Banda Aceh.

Demikianlah kronologis ini diperbuat dengan sebenar-benarnya, dengan harapan kejadian serupa tidak menimpa orang lain, khususnya masyarakat yang saat ini sudah merasa nyaman dengan kondisi perdamaian yang sudah di capai melalui MoU Helsinki