(Cerita ini sangat menyentuh, cinta kadang bikin kita tak kenal lagi logika, namun logika akan ada jika kita mampu 'menyemangati diri' bahwa selamanya cinta itu akan slalu ada dalam keyakinan cuma dia dan hanya dia, sampai kapanpun tanpa menyerah, walau tidak harus memiliki, pengorbanan yang tulus dan pembuktian dari sebuah penantian bukan tidak mungkin menjadi yang tak pasti menjadi pasti yang tidak mungkin menjadi mungkin, itu lah cinta sejati...)
Hari itu, Jum'at tanggal...Juli 1989. Saya berangkat dari Tasikmalaya ke
Bandung untuk mencari tempat kost sehubungan dengan telah dekatnya masa
awal perkuliahan. Kebetulan sehari sebelumnya, alhamdulillah saya sudah
melihat pengumuman kelulusan untuk kuliah di salah satu PTN di Bandung.
Rasa syukur dan semangat selalu menyertaiku. Sebagai alumnus SMAN 1
Tasikmalaya, Allah SWT telah memberiku kesempatan untuk menimba pendidikan
lebih lanjut di kota Bandung.
Setibanya di terminal bis Cicaheum, saya naik angkot dan berhenti di
sekitar Gasibu - Gedung Sate untuk mencari tempat kost-an, karena konon di
sana mudah sekali untuk mendapatkan tempat kost-an. Setelah berjalan
menyisir gang demi gang tuk mencari tempat kost yang murah dan terjangkau,
akhirnya kutemukan salah satu tempat kost.
Tempat kost tersebut merupakan sebuah rumah yang memiliki 3 kamar. Setiap
kamar rata - rata diisi oleh 2 atau 3 orang. Tentu kurang begitu nyaman
karena merasa tidak ada privacy, tapi saat itu belum saatnya bicara
privacy karena yang penting bisa mendapat tempat berteduh yang murah.
Akhirnya saya sekamar bertiga. Mulanya merasa sangat canggung karena
mereka adalah mahasiswa senior yang sebentar lagi lulus. Sementara saya
adalah mahasiswa baru yang baru kemarin sore melepaskan seragam putih abu.
Tentu banyak suka duka yang telah dilewati pada masa ini. Tapi ada satu
hal yang cukup menarik untuk saya ceritakan.
Salah seorang kakak kelasku bercerita bahwa hidup harus memiliki prinsip,
cita - cita, dan kesungguhan berjuang dan berkorban. Awalnya saya kurang
memahami maksud kalimat tersebut, karena kelihatan terlalu filosofis dan
teoritis.
Suatu malam dia (sebut saja namanya "X") berkata :
X : " De, saya menaksir temen seangkatan yang sangat cantik sekali (sebut
saja namanya "Y"). Orangnya sangat cantik dan pintar. Dan tolong kamu
menjadi saksi, aku ingin berjuang dan memiliki cintanya".
De : "Iya mas...,saya turut mendukung saja semoga cita - cita Mas
terkabul. Tapi kalau boleh tahu, saya ingin lihat fotonya donk ?"
X : Boleh..,neh ada. Kebetulan aku pernah mencabutnya dari majalah dinding
saat berlangsung ospek masa lalu".
Begitu lihat fotonya, aku bergumam wah ini memang cewek yang sangat cantik
sekali sekelas artis tercantik era 89-90 an. Tapi...,masa iya sech cewek
secantik dia, akan mau memberikan cintanya sama senior saya ini. Maaf,
dalam hati waktu itu saya berfikir apakan senior saya ini ngak ngukur
diri, siapa dia, wajahnya bagaimana, kondisi hidupnya pas - pasan, dan
IPK-nya pun tepat di garis kemiskinan, alias 2,75...he he he.
Si X mungkin bisa menangkap sinyal bahasa tubuh saya ketika saya
mengernyitkan dahi.
X : "De..,hidup itu adalah perjuangan untuk menggapai cita - cita. Tidak
ada yang tak mungkin dalam hidup ini, selama kita mau memperjuangkannya
sungguh - sungguh. Allah itu Maha Tahu. Tahu persis apa yang kita inginkan
dan kita perjuangkan ".
Dari hari ke hari dia sering cerita kepada saya. Ya mungkin semacam
progress report-lah he he he..., lalu setelah setahun, saya pindah kost-an
ke tempat yang mendekati kampus, dan cukup lama tak mendengar kabarnya
lagi.
2 tahun kemudian saya berjumpa kembali di salah satu pusat perbelanjaan di
kota Bandung dengan X dan istrinya. Dan ternyata cita - cita dia berhasil
serta hidup bahagia. Esok harinya dia janjian denganku untuk ketemu dan
berbagi cerita.
Bukan di sudut cafe kami bicara, tapi di suatu pojok di tukang pecel lele
yang menjadi langganan di jalan Dipati Ukur.
X : De..,jangan mengira saya bisa menikahinya dengan gampang. Semua
mengikuti alur perjalanan yang sangat berliku, penuh kerikil tajam, dan
curam mencekam.
Setiap dia datang ke kampus yang selalu diantar sama supir pribadinya,
maka saat ia bukakan pintu, saya selalu memayunginya. Baik hari lagi panas
ataupun hujan. Dia sebenarnya sering menolak dan merasa risih dengan sikap
saya ini. Dia merasa sangat malu, apalagi beberapa temen kampus yang
kebetulan melihatnya, sering tertawa terbahak - bahak dan
menyorakinya....Sebagian ada yang mencibirku sebagai laki - laki yang tak
memiliki cermin. Cermin untuk melihat siapa dirinya ?
Cibiran ini yang sering memacuku menjadi pendorong agar saya tidak pernah
putus asa. Bahkan cewek ini pernah mencibirku juga, sebagai laki - laki
yang tak tahu malu, dan lebih ekstrim menggapku sebagai lelaki gila.
Sebenarnya aku ingin berkata," sesungguhnya aku juga malu, tapi aku hanya
ingin kau tahu, bahwa aku sangat menyayangi dan mencintaimu. Tak
kuperkenankan ada seberkas pun cahaya mentari yang menyengat kulitmu, dan
ku tak tega ada setetes ujan yang membasahi badanmu. Aku kepanasan dan
kehujanan tak mengapa, asal aku dapat pastikan bahwa kau tak kepanasan dan
tak kehujanan.
De : "Wah...,cerita yang sangat romantis sekali Mas. Terus..."
X : "Suatu hari saya tanya - tanya alamat dia, karena saya ingin
berkunjung ke rumahnya. Dan akhirnya dari data kampus kuperoleh alamat dia
di jalan Cipaganti. Wah...,sempet kecut juga, karena siapa yang gak tau
daerah Cipaganti. Itu kan daerahnya warga kelas I di Bandung. Dan setelah
naik turun angkot, akhirnya kutemukan rumahnya. Saat bel rumah kupijit,
yang keluar adalah pembantunya.
Pembantu : Maaf Mas, Mas ini siapa dan mau ke siapa serta ada keperluan apa ?
X : Saya temen kuliahnya "Y", dan saya ingin ketemu dengannya, ...ya
sekedar ngobrol - ngobrol aja".
Pembantu : "Sebentar ya Mas, saya sampaikan dulu sama Non Y...".
Y : "Mau ngapain kamu kesini ? Tak puas ya kamu permalukan saya di kampus
atas sikap tolol mu itu. Sebenarnya mau kamu apa seh ? Asal kamu tahu
bahwa saya sudah memiliki tunangan yang sangat kaya, tampan dan pintar.
Tidak miskin dan bodoh kaya kamu. Jadi sesekali bercermin donk...."
X tentunduk diam...,pedih hati-nya menerima berondongan pertanyaan seperti
itu, karena dia juga manusia biasa. Sebenarnya hati-nya ingin menjerit tuk
meneriakan "Aku sangat menyintaimu...", nuraniku ingin mengunmandangkan,
"...sungguh aku sangat menyayangimu...". Biar seisi dunia tahu, bahwa
memang benar - benar sangat menyayangi dan mencintainya. Tapi apalah
daya-nya, dia tak memiliki keberanian untuk itu. Dan akhirnya diapun
dihardiknya untuk pulang. Sangat jelas saat itu bagaimana telunjuk Y
mengusir si X ini....
Sesampai di rumah X bercermin, apa memang dirinya sangat jelek sehingga
sangat tidak layak tuk menyayangi Y. Ditatap raut wajahnya dengan pesimis,
tapi dia beruntung karena gelora cintanya turus membakar jiwa memberi
kehangatan dan sekaligus semangat untuk terus berjuang...., bahwa tidak
ada kebahagian yang diperoleh dengan mudah dan murah. Mungkin ada temen
mahasiswanya yang beranggapan bahwa dia mendekati Y karena hartanya,
padahal dia benar - benar tulus tuk persembahkan segumpal hatinya dengan
sebongkah kesetiaan dan niat tuk menikahinya.
Sekian lama X merenung...dan waktu terus berjalan...
Cukup lama X tidak bertemu Y, sampai suatu waktu X menerima kabar bahwa Y
memang sudah lama gak kuliah karena menderita penyakit yang sulit
disembuhkan. Meskipun berbagai alternatif medis telah dilakukan ke
mancanegara, dan akhirnya semua para ahli kesehatan angkat tangan. Semua
keluarga telah pasrah. Pihak rumah sakit hanya mengatakan bahwa
probabilitas sembuh bisa meningkat jika ada seseorang yang rela
menyumbangkan salah satu organ tubuhnya untuk Y. Tentu saja anggota
keluarga yang lain bingung, karena bagi mereka kalau diminta sumbangan 50
- 100 juta gak masalah, tapi kalau harus menyumbangkan organ tubuh tunggu
dulu, mengingat resiko kematianpun akan menghantui bagi si penyumbangnya.
Di tengah kemelut duka yang menghiasi salah satu istana di sudut jalan
Cipaganti itu, tiba - tiba dering telpon berbunyi. Dering itu datang dari
suatu rumah sakit, yang mengatakan bahwa rumah sakit telah memperoleh
organ tubuh yang cocok dengan karakteristik fisiologi yang diperlukan. Dan
akhirnya Nona Y bisa berangsur - angsur pulih. Semua keluarganyapun
bahagia sekali karena bisa menatap kembali senyum bahagia dari puteri
tercintanya.
Selanjutnya pihak keluarga menghubungi rumah sakit tuk menanyakan siapa
orang yang telah mendonorkan organ pentingnya. Disamping ingin mengucapkan
terima kasih, tentu juga ingin membalas budi baik tersebut dengan uang
berapapun ia minta, termasuk kalau ia minta rumah dan mobil yang dijalan
Cipaganti itu. Pihak rumah sakit tidak memberi kabar, karena pihak
mendonor minta dirahasiakan identitasnya. Tidak setitikpun ia punya niat
mendonorkan karena ingin uang dan harta.
Sekitar 6 bulan setelah itu, anehnya bapaknya Y mengalami gejala yang
sama. Ia sakit menderita, dan akhirnya perlu donor organ seperti di atas.
Kembali ada seseorang yang mendonorkan dengan identitas disembunyikan.
Baginya hidup adalah ketulusan dan pengabdian, tanpa berharap pujian dan
sanjungan.
Dan akhirnya bapaknya Y itu sembuh juga. Waktu terus berjalan....
Suatu saat Y menengok temennya yang sakit di rumah sakit dengan gejala
penyakit yang hampir sama. Saat dokter sedang melakukan pemeriksaan, tiba
- tiba ada bunyi ledakan di bagian sudut rumah sakit...,dokter segera
bergegas dan meninggalkan berkas - berkas di meja pasien..., tanpa sengaja
berkas itu ada yang jatuh tertiup angin dan Y memungutnya. Di salah satu
berkas itu tertulis nama X yang pernah mendonorkan organ apa untuk siapa.
Berlinanglah air mata Y. Betapa orang yang selama ini sering ia hina,
bahkan pernah dihardik dan diusirnya adalah orang yang telah mengorbankan
hidupnya untuk kesehatan dan senyum bahagia keluarganya. Dan lebih
terperangah lagi ketika mengetahui bahwa bapaknyapun sempat disumbang
organ juga dari dirinya.
Puncak ke-ego-an dan kesombongan Y luruh, hancur...oleh budi baik dan
ketulusan X. Ia lari pulang ke rumah di tengah guyuran hujan, petir dan
halilintar saling bersahutan...,seolah memahami gejolak rasa salah atas
sikap Y terhadap X selama ini.
Ketika sampai di rumah Y lebih kaget lagi karena ibunya jatuh sakit dengan
gejala yang sama.
Lalu di sudut waktu yang lain, X ingin berjumpa yang terakhir kali dengan
Y. Hanya sekedar melihat wajahnya barang sesaat...,karena sebentar lagi
dia akan mendonorkan oragan yang lain buat temennya Y yang sedang
terbaring di rumah sakit. X ingin datang ke rumah Y bukan untuk
memberitahukan kebaikannya tetapi sekedar meminta maaf jika sikapnya
selama ini pernah membuatnya marah dan malu. Itu adalah rasa bersalah
terbesar bagi X, bahwa ia pernah membuat orang yang sangat disayanginya
meneteskan air mata malu.
Ketika sampai di gerbang rumah Y, di atas guyuran hujan yang sangat lebat,
curah hujan terbesar yang menimba bandung saat itu, langkah X terhenti
karena ragu - ragu tuk memijat bel. Lalu tiba - tiba ada mobil Mewah yang
akan masuk ke rumah itu juga. Ternyata mobil itu adalah mobil yang
ditumpangi oleh ayah Y. Ketika ayah Y melihat tampan X yang termanggu di
gerbang, kembali amarahnya memuncak dan mengusir X. Sempat X dipanggil ke
teras rumah hanya untuk dihardik...,dicaci maki, diludahi...bahkan
ditampar....,lelehan darah tampak keluar disudut bibir X.
Y melihat kejadian itu di jendela kamarnya. Y berlari dan berteriak...
Y merengkuh kaki X, dan berkata di tengah isak tangis :
Y : "Ayah...,hentikan ayah. Cukup sudah...,kenapa ayah berlaku kejam
seperti ini. Dia yang telah persembahkan senyum kembali keluarga ini.
Apa ayah tahu...,dialah yang telah menyumbangkan harta tak ternilai
untukku juga untuk ayah. dalam tubuhku dan tubuh ayah ada organ tubuhnya,
sementara kita membalasnya dengan hardikan, cacian, dan hinaan..., Dia
adalah bagian hidupku kini. Dan aku tak mau dipisahkan dengannya. Kini aku
baru mengerti, apa itu cinta dan KAPAN CINTA PANTAS DIKATAKAN....
Ayah : " Nak..,apa benar yang kau katakan...? X apa benar kau yang telah
mengajarkan ketulusan pada keluarga kami? Sungguh batapa mulianya dirimu.
kau telah memberi yang sangat berharga tanpa harap tuk diketahui. Dan
ketahuilah nak, ketika ayah tahu kau sembuh karena ada yang memberikan
budi kebaikan, bahwa ayah bertekad untuk mengangkatnya jadi mantu....Apa
kau setuju..???"
Tiba - tiba hujan yang mengguyur terhenti, kabut gelap tersibak angin
menjadi cerah. Ternyata alam sangat memahami bahasa hati. Mereka semua
berangkulan...,derai air mata bahagia menjadi pemandangan terindah dalam
hidup mereka. dan akhirnya merekapun nikan dan berbahagia sekali.
Itulah akhir cinta bahagia yang diraih oleh kakak kelasku waktu di
kost-an. Ternyata untuk meraih cinta dan bahagia itu memang tidak mudah.
Harus ada unsur kegigihan, kesungguhan, pengorbanan, perhatian dan
ketulusan.
Semoga cerita ini memberi sisi manfaat bagi kehidupan, jika kita
melihatnya dari sisi yang positif untuk membangun jati diri yang tangguh
dan memiliki cita - cita serta dedikasi dan pengabdian.
Bandung untuk mencari tempat kost sehubungan dengan telah dekatnya masa
awal perkuliahan. Kebetulan sehari sebelumnya, alhamdulillah saya sudah
melihat pengumuman kelulusan untuk kuliah di salah satu PTN di Bandung.
Rasa syukur dan semangat selalu menyertaiku. Sebagai alumnus SMAN 1
Tasikmalaya, Allah SWT telah memberiku kesempatan untuk menimba pendidikan
lebih lanjut di kota Bandung.
Setibanya di terminal bis Cicaheum, saya naik angkot dan berhenti di
sekitar Gasibu - Gedung Sate untuk mencari tempat kost-an, karena konon di
sana mudah sekali untuk mendapatkan tempat kost-an. Setelah berjalan
menyisir gang demi gang tuk mencari tempat kost yang murah dan terjangkau,
akhirnya kutemukan salah satu tempat kost.
Tempat kost tersebut merupakan sebuah rumah yang memiliki 3 kamar. Setiap
kamar rata - rata diisi oleh 2 atau 3 orang. Tentu kurang begitu nyaman
karena merasa tidak ada privacy, tapi saat itu belum saatnya bicara
privacy karena yang penting bisa mendapat tempat berteduh yang murah.
Akhirnya saya sekamar bertiga. Mulanya merasa sangat canggung karena
mereka adalah mahasiswa senior yang sebentar lagi lulus. Sementara saya
adalah mahasiswa baru yang baru kemarin sore melepaskan seragam putih abu.
Tentu banyak suka duka yang telah dilewati pada masa ini. Tapi ada satu
hal yang cukup menarik untuk saya ceritakan.
Salah seorang kakak kelasku bercerita bahwa hidup harus memiliki prinsip,
cita - cita, dan kesungguhan berjuang dan berkorban. Awalnya saya kurang
memahami maksud kalimat tersebut, karena kelihatan terlalu filosofis dan
teoritis.
Suatu malam dia (sebut saja namanya "X") berkata :
X : " De, saya menaksir temen seangkatan yang sangat cantik sekali (sebut
saja namanya "Y"). Orangnya sangat cantik dan pintar. Dan tolong kamu
menjadi saksi, aku ingin berjuang dan memiliki cintanya".
De : "Iya mas...,saya turut mendukung saja semoga cita - cita Mas
terkabul. Tapi kalau boleh tahu, saya ingin lihat fotonya donk ?"
X : Boleh..,neh ada. Kebetulan aku pernah mencabutnya dari majalah dinding
saat berlangsung ospek masa lalu".
Begitu lihat fotonya, aku bergumam wah ini memang cewek yang sangat cantik
sekali sekelas artis tercantik era 89-90 an. Tapi...,masa iya sech cewek
secantik dia, akan mau memberikan cintanya sama senior saya ini. Maaf,
dalam hati waktu itu saya berfikir apakan senior saya ini ngak ngukur
diri, siapa dia, wajahnya bagaimana, kondisi hidupnya pas - pasan, dan
IPK-nya pun tepat di garis kemiskinan, alias 2,75...he he he.
Si X mungkin bisa menangkap sinyal bahasa tubuh saya ketika saya
mengernyitkan dahi.
X : "De..,hidup itu adalah perjuangan untuk menggapai cita - cita. Tidak
ada yang tak mungkin dalam hidup ini, selama kita mau memperjuangkannya
sungguh - sungguh. Allah itu Maha Tahu. Tahu persis apa yang kita inginkan
dan kita perjuangkan ".
Dari hari ke hari dia sering cerita kepada saya. Ya mungkin semacam
progress report-lah he he he..., lalu setelah setahun, saya pindah kost-an
ke tempat yang mendekati kampus, dan cukup lama tak mendengar kabarnya
lagi.
2 tahun kemudian saya berjumpa kembali di salah satu pusat perbelanjaan di
kota Bandung dengan X dan istrinya. Dan ternyata cita - cita dia berhasil
serta hidup bahagia. Esok harinya dia janjian denganku untuk ketemu dan
berbagi cerita.
Bukan di sudut cafe kami bicara, tapi di suatu pojok di tukang pecel lele
yang menjadi langganan di jalan Dipati Ukur.
X : De..,jangan mengira saya bisa menikahinya dengan gampang. Semua
mengikuti alur perjalanan yang sangat berliku, penuh kerikil tajam, dan
curam mencekam.
Setiap dia datang ke kampus yang selalu diantar sama supir pribadinya,
maka saat ia bukakan pintu, saya selalu memayunginya. Baik hari lagi panas
ataupun hujan. Dia sebenarnya sering menolak dan merasa risih dengan sikap
saya ini. Dia merasa sangat malu, apalagi beberapa temen kampus yang
kebetulan melihatnya, sering tertawa terbahak - bahak dan
menyorakinya....Sebagian ada yang mencibirku sebagai laki - laki yang tak
memiliki cermin. Cermin untuk melihat siapa dirinya ?
Cibiran ini yang sering memacuku menjadi pendorong agar saya tidak pernah
putus asa. Bahkan cewek ini pernah mencibirku juga, sebagai laki - laki
yang tak tahu malu, dan lebih ekstrim menggapku sebagai lelaki gila.
Sebenarnya aku ingin berkata," sesungguhnya aku juga malu, tapi aku hanya
ingin kau tahu, bahwa aku sangat menyayangi dan mencintaimu. Tak
kuperkenankan ada seberkas pun cahaya mentari yang menyengat kulitmu, dan
ku tak tega ada setetes ujan yang membasahi badanmu. Aku kepanasan dan
kehujanan tak mengapa, asal aku dapat pastikan bahwa kau tak kepanasan dan
tak kehujanan.
De : "Wah...,cerita yang sangat romantis sekali Mas. Terus..."
X : "Suatu hari saya tanya - tanya alamat dia, karena saya ingin
berkunjung ke rumahnya. Dan akhirnya dari data kampus kuperoleh alamat dia
di jalan Cipaganti. Wah...,sempet kecut juga, karena siapa yang gak tau
daerah Cipaganti. Itu kan daerahnya warga kelas I di Bandung. Dan setelah
naik turun angkot, akhirnya kutemukan rumahnya. Saat bel rumah kupijit,
yang keluar adalah pembantunya.
Pembantu : Maaf Mas, Mas ini siapa dan mau ke siapa serta ada keperluan apa ?
X : Saya temen kuliahnya "Y", dan saya ingin ketemu dengannya, ...ya
sekedar ngobrol - ngobrol aja".
Pembantu : "Sebentar ya Mas, saya sampaikan dulu sama Non Y...".
Y : "Mau ngapain kamu kesini ? Tak puas ya kamu permalukan saya di kampus
atas sikap tolol mu itu. Sebenarnya mau kamu apa seh ? Asal kamu tahu
bahwa saya sudah memiliki tunangan yang sangat kaya, tampan dan pintar.
Tidak miskin dan bodoh kaya kamu. Jadi sesekali bercermin donk...."
X tentunduk diam...,pedih hati-nya menerima berondongan pertanyaan seperti
itu, karena dia juga manusia biasa. Sebenarnya hati-nya ingin menjerit tuk
meneriakan "Aku sangat menyintaimu...", nuraniku ingin mengunmandangkan,
"...sungguh aku sangat menyayangimu...". Biar seisi dunia tahu, bahwa
memang benar - benar sangat menyayangi dan mencintainya. Tapi apalah
daya-nya, dia tak memiliki keberanian untuk itu. Dan akhirnya diapun
dihardiknya untuk pulang. Sangat jelas saat itu bagaimana telunjuk Y
mengusir si X ini....
Sesampai di rumah X bercermin, apa memang dirinya sangat jelek sehingga
sangat tidak layak tuk menyayangi Y. Ditatap raut wajahnya dengan pesimis,
tapi dia beruntung karena gelora cintanya turus membakar jiwa memberi
kehangatan dan sekaligus semangat untuk terus berjuang...., bahwa tidak
ada kebahagian yang diperoleh dengan mudah dan murah. Mungkin ada temen
mahasiswanya yang beranggapan bahwa dia mendekati Y karena hartanya,
padahal dia benar - benar tulus tuk persembahkan segumpal hatinya dengan
sebongkah kesetiaan dan niat tuk menikahinya.
Sekian lama X merenung...dan waktu terus berjalan...
Cukup lama X tidak bertemu Y, sampai suatu waktu X menerima kabar bahwa Y
memang sudah lama gak kuliah karena menderita penyakit yang sulit
disembuhkan. Meskipun berbagai alternatif medis telah dilakukan ke
mancanegara, dan akhirnya semua para ahli kesehatan angkat tangan. Semua
keluarga telah pasrah. Pihak rumah sakit hanya mengatakan bahwa
probabilitas sembuh bisa meningkat jika ada seseorang yang rela
menyumbangkan salah satu organ tubuhnya untuk Y. Tentu saja anggota
keluarga yang lain bingung, karena bagi mereka kalau diminta sumbangan 50
- 100 juta gak masalah, tapi kalau harus menyumbangkan organ tubuh tunggu
dulu, mengingat resiko kematianpun akan menghantui bagi si penyumbangnya.
Di tengah kemelut duka yang menghiasi salah satu istana di sudut jalan
Cipaganti itu, tiba - tiba dering telpon berbunyi. Dering itu datang dari
suatu rumah sakit, yang mengatakan bahwa rumah sakit telah memperoleh
organ tubuh yang cocok dengan karakteristik fisiologi yang diperlukan. Dan
akhirnya Nona Y bisa berangsur - angsur pulih. Semua keluarganyapun
bahagia sekali karena bisa menatap kembali senyum bahagia dari puteri
tercintanya.
Selanjutnya pihak keluarga menghubungi rumah sakit tuk menanyakan siapa
orang yang telah mendonorkan organ pentingnya. Disamping ingin mengucapkan
terima kasih, tentu juga ingin membalas budi baik tersebut dengan uang
berapapun ia minta, termasuk kalau ia minta rumah dan mobil yang dijalan
Cipaganti itu. Pihak rumah sakit tidak memberi kabar, karena pihak
mendonor minta dirahasiakan identitasnya. Tidak setitikpun ia punya niat
mendonorkan karena ingin uang dan harta.
Sekitar 6 bulan setelah itu, anehnya bapaknya Y mengalami gejala yang
sama. Ia sakit menderita, dan akhirnya perlu donor organ seperti di atas.
Kembali ada seseorang yang mendonorkan dengan identitas disembunyikan.
Baginya hidup adalah ketulusan dan pengabdian, tanpa berharap pujian dan
sanjungan.
Dan akhirnya bapaknya Y itu sembuh juga. Waktu terus berjalan....
Suatu saat Y menengok temennya yang sakit di rumah sakit dengan gejala
penyakit yang hampir sama. Saat dokter sedang melakukan pemeriksaan, tiba
- tiba ada bunyi ledakan di bagian sudut rumah sakit...,dokter segera
bergegas dan meninggalkan berkas - berkas di meja pasien..., tanpa sengaja
berkas itu ada yang jatuh tertiup angin dan Y memungutnya. Di salah satu
berkas itu tertulis nama X yang pernah mendonorkan organ apa untuk siapa.
Berlinanglah air mata Y. Betapa orang yang selama ini sering ia hina,
bahkan pernah dihardik dan diusirnya adalah orang yang telah mengorbankan
hidupnya untuk kesehatan dan senyum bahagia keluarganya. Dan lebih
terperangah lagi ketika mengetahui bahwa bapaknyapun sempat disumbang
organ juga dari dirinya.
Puncak ke-ego-an dan kesombongan Y luruh, hancur...oleh budi baik dan
ketulusan X. Ia lari pulang ke rumah di tengah guyuran hujan, petir dan
halilintar saling bersahutan...,seolah memahami gejolak rasa salah atas
sikap Y terhadap X selama ini.
Ketika sampai di rumah Y lebih kaget lagi karena ibunya jatuh sakit dengan
gejala yang sama.
Lalu di sudut waktu yang lain, X ingin berjumpa yang terakhir kali dengan
Y. Hanya sekedar melihat wajahnya barang sesaat...,karena sebentar lagi
dia akan mendonorkan oragan yang lain buat temennya Y yang sedang
terbaring di rumah sakit. X ingin datang ke rumah Y bukan untuk
memberitahukan kebaikannya tetapi sekedar meminta maaf jika sikapnya
selama ini pernah membuatnya marah dan malu. Itu adalah rasa bersalah
terbesar bagi X, bahwa ia pernah membuat orang yang sangat disayanginya
meneteskan air mata malu.
Ketika sampai di gerbang rumah Y, di atas guyuran hujan yang sangat lebat,
curah hujan terbesar yang menimba bandung saat itu, langkah X terhenti
karena ragu - ragu tuk memijat bel. Lalu tiba - tiba ada mobil Mewah yang
akan masuk ke rumah itu juga. Ternyata mobil itu adalah mobil yang
ditumpangi oleh ayah Y. Ketika ayah Y melihat tampan X yang termanggu di
gerbang, kembali amarahnya memuncak dan mengusir X. Sempat X dipanggil ke
teras rumah hanya untuk dihardik...,dicaci maki, diludahi...bahkan
ditampar....,lelehan darah tampak keluar disudut bibir X.
Y melihat kejadian itu di jendela kamarnya. Y berlari dan berteriak...
Y merengkuh kaki X, dan berkata di tengah isak tangis :
Y : "Ayah...,hentikan ayah. Cukup sudah...,kenapa ayah berlaku kejam
seperti ini. Dia yang telah persembahkan senyum kembali keluarga ini.
Apa ayah tahu...,dialah yang telah menyumbangkan harta tak ternilai
untukku juga untuk ayah. dalam tubuhku dan tubuh ayah ada organ tubuhnya,
sementara kita membalasnya dengan hardikan, cacian, dan hinaan..., Dia
adalah bagian hidupku kini. Dan aku tak mau dipisahkan dengannya. Kini aku
baru mengerti, apa itu cinta dan KAPAN CINTA PANTAS DIKATAKAN....
Ayah : " Nak..,apa benar yang kau katakan...? X apa benar kau yang telah
mengajarkan ketulusan pada keluarga kami? Sungguh batapa mulianya dirimu.
kau telah memberi yang sangat berharga tanpa harap tuk diketahui. Dan
ketahuilah nak, ketika ayah tahu kau sembuh karena ada yang memberikan
budi kebaikan, bahwa ayah bertekad untuk mengangkatnya jadi mantu....Apa
kau setuju..???"
Tiba - tiba hujan yang mengguyur terhenti, kabut gelap tersibak angin
menjadi cerah. Ternyata alam sangat memahami bahasa hati. Mereka semua
berangkulan...,derai air mata bahagia menjadi pemandangan terindah dalam
hidup mereka. dan akhirnya merekapun nikan dan berbahagia sekali.
Itulah akhir cinta bahagia yang diraih oleh kakak kelasku waktu di
kost-an. Ternyata untuk meraih cinta dan bahagia itu memang tidak mudah.
Harus ada unsur kegigihan, kesungguhan, pengorbanan, perhatian dan
ketulusan.
Semoga cerita ini memberi sisi manfaat bagi kehidupan, jika kita
melihatnya dari sisi yang positif untuk membangun jati diri yang tangguh
dan memiliki cita - cita serta dedikasi dan pengabdian.